Pendidikan adalah penentu kualitas kehidupan masyarakat. Jika pendidikan bagus maka kualitas kehidupan manusia akan bagus, dan jika pendidikan hancur dan tidak terurus maka kualitas kehidupan manusia akan hancur dan rendah. Negara Indonesia bisa dijajah oleh bangsa lain karena tingkat pendidikan rakyat Indonesia yang sangat rendah.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 32 bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan yang berkualitas, bahkan untuk sekolah dasar digratiskan. Pemerintah sudah melakukan dan mengeluarkan kebijakan untuk menjalankan UUD 1945 tersebut seperti adanya DAK, DAU, dana BOS, dan sebagainya.
Tetapi dengan itu semua apakah sudah bisa meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia? Ukuran apa yang kita gunakan untuk mengukur peningkatan kualitas pendidikan? Pertanyaan inilah yang harus kita pertanyakan pada pemerintah saat ini. Selain itu, apakah dengan kebijakan pemerintah tersebut telah mampu menyekolahkan seluruh warga Indonesia? Jika semua warga Indonesia telah mampu bersekolah maka apakah kualitasnya dijamin berkualitas?
Jika kita melihat begitu banyaknya anak-anak yang tidak bersekolah di Indonesia ini hanya gara-gara tidak memiliki dana. Anak yang sekolah saja belum tentu kualitas kehidupannya terjamin, apalagi anak yang tidak bersekolah.
Anak Indonesia dalam permasalahan dunia pendidikan terbagi menjadi 5 ( lima ) jenis anak yaitu pertama : anak yang mau sekolah tetapi tidak bisa bersekolah, kedua : anak yang bisa sekolah tetapi tidak mau sekolah, ketiga : anak yang mau sekolah tetapi dilarang bersekolah, keempat : anak yang tidak mau bersekolah tetapi dipaksa sekolah, kelima : anak yang mau sekolah tetapi terpaksa meninggalkan sekolah.
Pertama : Anak yang mau sekolah tetapi tidak bisa sekolah adalah anak yang memiliki keinginan besar untuk sekolah, ingin belajar di sekolah, ingin jadi orang pintar tetapi tidak bisa bersekolah karena tidak memiliki uang untuk membiayai sekolah. Orang tuanya juga mau sekolahkan anaknya tetapi tidak bisa karena tidak punya uang.
Kedua : Kemudian anak yang bisa sekolah tetapi tidak mau sekolah adalah anak yang secara ekonomi cukup mampu membiayai sekolah oleh orang tuanya tetapi dia sendiri yang tidak mau bersekolah. Dia hanya ingin bermain bebas dan hanya ingin bekerja. Padahal walau dia tidak bekerja maka dia tetap bisa dibiayai oleh orang tuanya. Orang tuanya juga tidak peduli terhadap pendidikan anaknya.
Ketiga : anak yang mau sekolah tetapi dilarang sekolah adalah anak yang betul-betul mau bersekolah tetapi dilarang oleh orang tuanya karena tidak punya uang dan harus membantu orang tua mencari uang. Orang tua anak jenis ketiga ini juga berpikiran bahwa tidak ada gunanya sekolah, sekolah hanya habiskan uang saja. ujung-ujungnya anak jadi petani, buruh dan sebagainya. Untuk jadi petani dan buruh tidak perlu sekolah saja sudah bisa. Orang tua jenis ini adalah orang tua yang memiliki pemikiran pendek bagi kehidupan masa depan anaknya. Biasanya adalah para orang tua yang dulunya tidak pernah bersekolah tetapi berhasil menjadi orang berkecukupan.
Keempat : anak yang tidak mau bersekolah tetapi dipaksa sekolah adalah anak yang malas sekolah, malas belajar tetapi dipaksa oleh orang tuanya untuk sekolah. Pada jenis anak ketiga ini adalah anaknya yang punya masalah sedangkan orang tuanya peduli terhadap pendidikan anaknya. Bahkan orang tua tidak segan-segan memukul dan menyiksa anaknya jika anaknya tidak mau sekolah dan malas belajar.
Kelima : anak yang mau sekolah tetapi terpaksa meninggalkan sekolah adalah anak yang sebenarnya mau sekolah tetapi terpaksa meninggalkan sekolah karena tidak mampu membiayai sekolah dan tidak memiliki makanan jika tidak mencari uang. Ini terjadi di sekolah tempat saya mengajar. Orang tuanya masuk penjara, ibunya tinggal jauh dari dirinya, walaupun sekolah menggratiskan biaya sekolah namun dia terpaksa meninggalkan sekolah karena harus mencari nafkah untuk menghidupi dirinya.
Begitulah sedikitnya masalah yang saya lihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama di Nusa Tenggara Barat ( NTB ). Pemerintah NTB melalui kepemimpinan TGH. M. Zainul Majdi, MA telah mengeluarkan kebijakan pendidikan yang sangat pro rakyat yaitu pendidikan gratis bagi siswa yang tidak mampu. Namun kebijakan itu belum begitu mampu memberantas lima masalah yang saya uraikan di atas.
Ada beberapa hal yang membuat program sekolah gratis bagi siswa miskin tersebut belum berhasil, yaitu
pertama : karena kurangnya dana alokasi untuk pendidikan dari APBD dan APBN. Dana 20 % anggaran pendidikan Indonesia belum cukup membiayai pendidikan karena kebutuhan pendidikan yang begitu banyak. Mulai dari gaji pejabat dunia pendidikan, gaji guru, operasional pejabat dan sekolah, dan sebagainya. Sehingga alokasi untuk memberantas masalah pendidikan belum dapat diselesaikan.
Kedua : penyalahgunaan dana pendidikan karena kurangnya pengawasan pemerintah. Hal yang menjadi masalah besar bagi dunia pendidikan kita adalah penyalahgunaan dana yang telah diberikan oleh pemerintah kepada sekolah. Hal ini perlu pengawasan penggunaan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus serta dana BOS yang telah dikucurkan oleh pemerintah.
Ketiga : tidak adanya kerjasama dari orang tua siswa. Orang tua siswa juga menjadi masalah bagi keberlangsungan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Orang tua melarang anaknya sekolah dan memaksa anaknya untuk bekerja mencari uang untuk membantu biaya kehidupan keluarga. Masalah juga ada pada diri siswa yang tidak mau sekolah dan malas belajar.
Dengan berbagai masalah yang ada, maka perlu kiranya kita sama-sama meneliti untuk menemukan serta menemukan formula untuk memberantas masalah pendidikan. Kami dari masyarakat NTB yang peduli terhadap pendidikan Indonesia khususnya NTB bermaksud memberikan kontribusi pada dunia pendidikan yaitu dengan mendirikan Lembaga Riset Pendidikan NTB.
Lembaga ini berfungsi untuk melakukan riset terhadap peningkatan kualitas pendidikan di NTB dan membantu mencari masalah pendidikan serta memberikan solusi ke depannya serta melakukan pengawasan pendidikan di Indonesia kehususnya di Nusa Tenggara Barat. Semoga semua pihak mendukung tugas mulia ini dalam rangka membangun dunia pendidikan NTB dan membawa NTB bebas putus sekolah dan menuju anak sekolah NTB yang berkualitas untuk menghadapi globalisasi serta mendukung program NTB bersaing ( beriman dan berdaya saing ).
Lembaga ini juga adalah bukan lembaga politik yang mengurus PILKADA, PEMILU dan sebagainya. Apalagi bentukan dari partai politik. Lembaga ini betul-betul murni bergerak untuk tujuan meingkatkan kualitas dan pengawasan dunia pendidikan di Indonesia khususnya di NTB.
Dengan berdirinya lembaga ini maka harapan kami dan harapan semua pihak agar masalah pendidikan sedikit bisa terselesaikan sehingga kualitas pendidikan di NTB terjamin dan kita bebas dari buta aksara, bebas dari kebodohan dan bebas dari kemiskinan. Dengan peningkatan kualitas pendidikan maka otomatis berefek pada kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari abik secara ekonomi maupun kehidupan social.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak takut lagi karena kita dari sekarang bekerjasama bahu membahu membangunn kualitas sumberdaya manusia melalui dunia pendidikan sehingga tahun 2020 kita tidak menjadi buruh di Negara sendiri. Kita tunjukan bahwa warga Negara Indonesia khususnya NTB lebih cerdas dan pintar daripada warga Negara lain yang datang ke Indoensia.

Leave a Reply